Selingsing.com, Tanjungpinang — Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tanjungpinang–Bintan menyampaikan kritik tajam terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini tengah berjalan di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Kepulauan Riau. Program ini sejatinya dirancang untuk meningkatkan asupan gizi anak-anak sekolah melalui pembagian makanan bergizi secara rutin dan terstruktur.
Namun, dalam praktiknya, sejumlah persoalan mulai mencuat ke permukaan, terutama terkait pengawasan mutu makanan yang disalurkan ke sekolah-sekolah.
Penjabat (PJ) Ketua Umum HMI Cabang Tanjungpinang–Bintan, Tomi Suryadi, menilai bahwa pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap pelaksanaan program ini. Ia menyebut bahwa meskipun tujuan MBG sangat baik, namun sistem pelaksanaannya belum sepenuhnya matang.
Kasus dugaan keracunan massal siswa yang terjadi di wilayah Kepulauan Riau beberapa waktu lalu menjadi sinyal kuat bahwa ada celah pengawasan dan pelibatan masyarakat yang belum optimal.
“Program MBG ini adalah langkah strategis untuk menekan angka kekurangan gizi anak dan mendukung keberlangsungan pendidikan. Namun, bila pelaksanaannya tidak diawasi dengan ketat, program ini justru bisa menimbulkan bahaya serius bagi peserta didik,” tegas Tomi, Minggu (5/10/2025).
Ia menyoroti proses penyediaan dan distribusi makanan yang kerap dilakukan oleh pihak ketiga atau rekanan, yang tidak selalu memenuhi standar kebersihan dan kelayakan gizi. Menurutnya, standar kualitas pangan harus menjadi prioritas utama, bukan hanya sekadar mengejar target penyaluran.
Program yang menelan anggaran cukup besar ini jangan sampai menjadi sia-sia dikarenakan pelaksanaan yang serampangan. Kita ketahui terdapat beberapa catatan mengenai program ini mulai dari adanya SPPG fiktif hingga masalah kebersihan dan kesehatan makanan seperti yang terjadi di Batam. Begitu juga di Bintan mulai dari asupan gizi menu MBG yang tidak sesuai hingga surat perjanjian yang viral.
“Perlu dilakukan evaluasi besar-besaran terhadap pelaksanaan program jni, tentunya kami tidak ingin kejadian serupa terulang kembali atau bahkan terjadi di Tanjungpinang.
Mungkin saja banyak kasus serupa terjadi namun seringkali ditutup-tutupi. Apabila tidak adanya perbaikan dan terus terjadi permasalahan hal ini akan mengganggu proses belajar mengajar di sekolah bahkan mengganggu pembentukan kualitas anak bangsa. “
Antisipasi diperlukan untuk itu kami akan membuka posko layanan pengaduan terhadap pihak yang merasa dirugikan. Posko ini akan berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat, orang tua murid, maupun pihak sekolah untuk melaporkan dugaan penyimpangan, kelalaian, atau kejadian yang berhubungan dengan pelaksanaan program MBG.
“HMI hadir sebagai mitra kritis pemerintah. Kami tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan solusi dan ikut mengawal kebijakan publik agar benar-benar berpihak kepada masyarakat. Posko pengaduan ini kami dirikan sebagai bentuk kepedulian terhadap keselamatan dan hak anak-anak sekolah mendapatkan makanan yang sehat dan layak,” ujar Tomi.
Lebih lanjut, Tomi juga menyerukan kepada pemerintah daerah, dinas pendidikan, dan instansi terkait untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengadaan, pengolahan, serta distribusi makanan MBG.
Ia menegaskan pentingnya transparansi data, pelibatan masyarakat, dan pengawasan lintas sektor agar program tersebut tidak hanya berjalan secara administratif, tetapi benar-benar memberi manfaat nyata di lapangan.
“Sebagaimana kader HMI yang memiliki sikap kritis, independen, dan berorientasi pada kemaslahatan umat, kami terpanggil untuk ikut memastikan kebijakan ini tidak keluar dari jalurnya. Ini bukan sekadar isu kesehatan, tetapi juga menyangkut masa depan generasi muda,” pungkasnya.
Dengan langkah ini, HMI Cabang Tanjungpinang–Bintan berharap dapat menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah, serta memastikan Program MBG berjalan sesuai dengan tujuan awalnya: memberikan gizi berkualitas demi tumbuh kembang anak bangsa.(yki)