Opini

Desentralisasi Belum Menjawab Keadilan Pengelolaan SDA di Natuna

63
×

Desentralisasi Belum Menjawab Keadilan Pengelolaan SDA di Natuna

Sebarkan artikel ini
Nivaldi Romadona Prodi Ilmu Pemerintahan

Paradoks Natuna memperlihatkan tantangan nyata dalam Implementasi desentralisasi di Indonesia.Daerah yang kaya sumber daya alam, khususnya gas bumi, justru Belum Menikmati hasil kekayaannya secara adil.

Secara teoritis, desentralisasi seharusnya memberi kewenangan lebih besarkepada pemerintah daerah untuk mengelola potensi lokal dan menentukan arah pembangunan sesuai kebutuhan masyarakat. Namun dalam praktiknya, sektor strategis seperti minyak dan gas bumi masih dikendalikan pemerintah pusat, sehinggaotonomi daerah bersifat terbatas.

Natuna menjadi contoh konkret di mana kewenangan lokallebih administratif daripada substantif. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagian besar bergantung pada dana transfer pusat, sedangkan kontribusi langsung dari sektor migas sangat minim.

 

Kabupaten Natuna

Kondisi ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskalbelum berpihak pada daerah penghasil SDA. Ironisnya, meskimenyumbang devisa besar bagi negara, masyarakat Natuna masih menghadapi keterbatasan infrastruktur, pendidikan, dan lapangan kerja.

Kesenjangan ini menegaskan bahwa desentralisasi di Indonesia cenderung fokus pada pembagian kekuasaanpolitik, bukan pemerataan ekonomi. Kontrol pemerintah pusatatas sektor energi, meskipun diklaim demi efisiensi nasional, justru melemahkan semangat kemandirian daerah. Akibatnya, potensi ekonomi Natuna belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan lokal.

Untuk mengatasi hal ini, perlu reformulasi sistem pengelolaanSDA. Natuna sebagai daerah penghasil harus memperolehporsi bagi hasil yang lebih adil dan diberikan kewenanganlebih luas dalam pengelolaan potensi lokal. Pendekatandesentralisasi asimetris dapat diterapkan, memberikanperlakuan khusus kepada wilayah strategis dan perbatasanseperti Natuna, agar keadilan dan kemandirian daerahtercapai.

Lebih dari sekadar kewenangan, desentralisasi harusmeningkatkan kapasitas lokal melalui peningkataninfrastruktur, sumber daya manusia, dan diversifikasiekonomi. Tanpa langkah ini, desentralisasi hanya menjadislogan tanpa makna, gagal menghadirkan kesejahteraan bagimasyarakat perbatasan.

Melihat kondisi Natuna yang jauh dari pusat pemerintahanProvinsi Kepri, wacana pemekaran wilayah menjadi provinsitersendiri layak dipertimbangkan. Pemekaran bukan sekadarpolitik, tetapi strategi administratif untuk memperpendekrentang kendali, memperluas kewenangan ekonomi, dan menyesuaikan prioritas pembangunan dengan karakter lokal. Sejalan dengan prinsip desentralisasi asimetris, pemekarandapat memastikan hasil SDA dinikmati masyarakat setempat, memperkuat kedaulatan nasional, dan menjadikan Natuna sebagai pusat pertumbuhan ekonomi maritim yang mandiridan sejahtera.

Pada akhirnya, desentralisasi sejati di Natuna bukan hanyasoal pembagian kewenangan, tetapi tentang keadilan dalammenikmati hasil bumi sendiri. Pemekaran wilayah menjadilangkah logis untuk menjawab ketimpangan pembangunan, memastikan potensi SDA dimanfaatkan secara optimal, dan memperkuat posisi Natuna sebagai garda depan ekonomi dan kedaulatan Indonesia di perbatasan utara.

Penulis : Nivaldi Romadona

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *