Opini

Jawa Istimewa, Kepulauan Riau Strategis: Ketimpangan dalam Tata Kelola.

41
×

Jawa Istimewa, Kepulauan Riau Strategis: Ketimpangan dalam Tata Kelola.

Sebarkan artikel ini
Raja Andreas Monang Pardede Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan (UMRAH)
(Editor: Rendy)

Selingsing.com, Tanjung Pinang— Dalam konteks politik dan tata kelola pemerintahan di Indonesia, perlakuan khusus terhadap daerah tertentu bukanlah hal yang baru. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki status keistimewaan berdasarkan sejarah dan budaya, Jakarta pernah menempati posisi khusus sebagai pusat pemerintahan negara, sementara Aceh dan Papua memperoleh otonomi khusus karena karakter sosial, politik, dan historis yang unik. Fenomena ini menunjukkan bahwa negara mengakui adanya perbedaan kondisi antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun demikian, muncul pertanyaan mendasar yang patut dikaji secara kritis, yaitu mengapa Kepulauan Riau tidak memperoleh perlakuan khusus yang serupa. Padahal, jika Pulau Jawa dengan segala keistimewaannya dapat menerima perhatian khusus, maka Kepulauan Riau pun memiliki alasan yang tidak kalah kuat untuk dipertimbangkan secara serius oleh pemerintah pusat.

Raja Andreas Monang Pardede Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan (UMRAH) Menambahkan “Kepulauan Riau merupakan wilayah kepulauan yang terletak pada posisi strategis di Selat Malaka serta berada di kawasan perbatasan internasional. Wilayah ini tidak hanya berfungsi sebagai pintu masuk Indonesia, tetapi juga menjadi representasi wajah negara di hadapan negara-negara tetangga. Dengan demikian, peran Kepulauan Riau memiliki nilai strategis yang tinggi, baik dari sisi geopolitik maupun ekonomi”, Minggu (21/12/25).

“Kondisi geografis Kepulauan Riau yang terpisah-pisah oleh laut menjadikan kebutuhan administrasi dan pembangunan wilayah ini sangat berbeda dibandingkan dengan daerah daratan. Mobilitas antarwilayah bergantung pada transportasi laut dan udara yang memerlukan biaya tinggi serta sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Namun, kebijakan yang diterapkan hingga saat ini masih bersifat seragam, seolah-olah seluruh daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang sama”, Ujar Raja Andreas MP.

Ketidaklogisan kebijakan tersebut tampak jelas ketika daerah kepulauan dipaksa mengikuti pola penganggaran yang sama dengan wilayah padat penduduk di Pulau Jawa. Kabupaten kabupaten yang harus menjangkau pulau-pulau terpencil dengan risiko cuaca ekstrem dan jarak yang jauh tentu menghadapi tantangan yang tidak dapat disamakan dengan daerah daratan yang memiliki akses infrastruktur lebih mudah.

Selain itu, Kepulauan Riau memiliki peran penting dalam isu perbatasan negara, perdagangan internasional, serta pengawasan wilayah laut. Tanggung jawab strategis ini menuntut kecepatan pengambilan keputusan dan fleksibilitas kebijakan. Namun, tanpa adanya keleluasaan fiskal dan regulasi, pemerintah daerah kerap terhambat oleh prosedur birokrasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan.

Konsep desentralisasi asimetris seharusnya dipahami bukan sebagai bentuk penghargaan politik, melainkan sebagai prinsip pemerintahan yang mengakui keberagaman kondisi wilayah. Setiap daerah memiliki tantangan dan kebutuhan yang berbeda, sehingga penerapan kebijakan yang seragam justru berpotensi menimbulkan ketimpangan pembangunan.

Kabupaten-kabupaten di Kepulauan Riau seperti Bintan, Lingga, Anambas dan Natuna beroperasi dalam konteks geografis dan sosial yang memerlukan kemampuan adaptasi tinggi. Apabila pemerintah pusat terus memberlakukan kebijakan yang sama untuk seluruh wilayah, maka daerah-daerah tersebut hanya dapat menyesuaikan diri dengan aturan yang pada dasarnya tidak dirancang untuk kondisi mereka.

Apabila Pulau Jawa memperoleh keistimewaan berdasarkan alasan historis, kultural, dan politik, maka Kepulauan Riau memiliki dasar yang lebih bersifat praktis dan strategis. Keistimewaan yang dibutuhkan Kepulauan Riau bukanlah simbol identitas, melainkan sarana untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dan pelayanan publik.

Dengan demikian, Kepulauan Riau tidak menuntut keistimewaan demi status, melainkan demi kemampuan untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara optimal. Wilayah ini memerlukan ruang kebijakan yang memungkinkan percepatan pembangunan, penguatan pengawasan wilayah, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat secara nyata dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, persoalan sesungguhnya bukanlah mengapa Kepulauan Riau menginginkan perlakuan khusus, melainkan mengapa negara terus abai terhadap kebutuhan objektif wilayah ini untuk memperoleh kebijakan yang berbeda dan lebih adaptif. Padahal, jika Pulau Jawa dengan segala keunggulan strukturalnya dapat menerima perhatian khusus, maka Kepulauan Riau dengan kompleksitas dan beban strategisnya semestinya lebih layak untuk diperlakukan secara serius oleh pemerintah pusat”, Tutup Raja Andreas MP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *