BeritaBerita UtamaKepulauan RiauTanjungpinang

Kateng: Kopi, Halaman Belakang, dan Cerita Anak Muda Tanjungpinang

24
×

Kateng: Kopi, Halaman Belakang, dan Cerita Anak Muda Tanjungpinang

Sebarkan artikel ini
Sekhudin, Pemilik Kateng Coffe Shop

Selingsing.com, Tanjungpinang – Tak banyak yang menyangka, sebuah halaman belakang rumah di Gang Pulau Pandan Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri mampu menjelma menjadi ruang kreatif dan tempat tongkrongan favorit anak muda.

 

Dari tangan Sekhudin, lahirlah Kateng Coffee, sebuah coffee shop yang sejak 2021 perlahan tumbuh dan melekat di hati pengunjungnya.

 

Kisah Kateng berawal dari keresahan sederhana. Sepulang dari kuliahnya di Semarang pada 2019, Sekhudin mendapati Tanjungpinang masih minim ruang tongkrongan yang menghadirkan suasana akrab.

 

Kebanyakan kafe masih mengandalkan konsep ruko—formal, dingin, dan jauh dari nuansa “rumah”. Padahal, di kota-kota besar, konsep backyard coffee atau kafe halaman belakang sudah lama menjadi tren.

 

“Kalau di luar, tempat nongkrong itu bisa sesederhana halaman rumah yang disulap. Aku pikir, kenapa enggak dicoba di Tanjungpinang? Apalagi orang mungkin enggak bakal nyangka ada kafe di dalam gang, di halaman belakang rumah,” kenang Sekhudin.

 

Filosofi Nama Kateng

 

Nama Kateng bukan sembarang nama. Ia terambil dari panggilan sayang di kampung halaman Sekhudin, Cilongok, Kabupaten Tegal. Dalam budaya setempat, anak laki-laki kecil kerap dipanggil “Kateng”, sementara anak perempuan disebut “Sinok”.

 

“Teman-teman dekatku bahkan lebih kenal aku dengan nama Kateng daripada nama asli. Jadi, sekalian saja dipakai. Ada kedekatan emosional, dan sudah jadi semacam branding dari dulu,” tuturnya.

 

Nama itu pula yang membuat Kateng mudah diterima. Ada rasa akrab, seolah para pengunjung bukan sekadar tamu, melainkan keluarga yang disambut di rumah sendiri.

 

Pemberdayaan Anak Muda Lokal

 

Namun, Kateng bukan hanya soal kopi. Dari awal, Sekhudin menanamkan konsep pemberdayaan masyarakat. Alih-alih merekrut pekerja berpengalaman dari luar, ia mengajak anak-anak muda sekitar Gang Pulau Pandan untuk belajar dan bekerja di Kateng.

 

Sebagian besar dari mereka awalnya tidak punya basic barista. Namun, lewat masa training dua minggu, mereka diajarkan mulai dari teknik membuat espresso, menyajikan manual brew, hingga menjaga konsistensi rasa kopi setiap hari.

 

“Produk bisa ditiru. Tapi pelayanan? Itu enggak ada di pasaran. Jadi, kami fokus di situ. Biar anak-anak muda sini punya skill, punya kepercayaan diri, dan bisa ikut tumbuh bersama Kateng,” jelas Sekhudin.

 

Bukan hanya bekerja, para barista muda Kateng juga ikut dalam internal training rutin, seperti kalibrasi espresso. Tujuannya agar semua staf memiliki standar lidah yang sama dalam menilai kualitas rasa. Sebuah detail kecil yang menentukan kepuasan pelanggan.

 

Lebih dari Sekadar Kafe

 

Seiring waktu, Kateng menjelma lebih dari sekadar kedai kopi. Tempat ini kerap menjadi ruang berkumpul komunitas, lokasi diskusi, hingga ajang kecil-kecilan seperti acoustic night atau pertemuan mahasiswa. Bahkan, Kateng beberapa kali menjadi destinasi kunjungan industri mahasiswa Politeknik maupun objek penelitian akademis.

 

Kehadirannya memberi warna baru: kafe bukan lagi hanya tempat minum kopi, melainkan ruang interaksi sosial, tempat ide-ide lahir, dan wadah anak muda mengasah kreativitas.

 

Tantangan dan Harapan

 

Meski demikian, perjalanan Kateng tidak selalu mulus. Konsep ruang terbuka membuatnya kerap terkendala cuaca Tanjungpinang yang sulit diprediksi. Hujan deras bisa seketika mengosongkan meja-meja di halaman. Di sisi lain, lokasi yang berada di pemukiman padat membuat persoalan parkir muncul sejak awal.

 

“Untungnya masyarakat sekitar cukup suportif. Kami juga berusaha menata parkir agar tidak mengganggu warga. Semua tantangan ini bagian dari proses,” kata Sekhudin.

 

Kini, empat tahun sejak resmi berdiri pada 2021, Kateng tetap konsisten berdiri. Ia bukan kafe dengan modal besar atau konsep mewah, melainkan tempat yang dibangun dengan cinta, kedekatan, dan konsistensi.

 

Harapannya sederhana: Kateng bisa terus bertahan, tumbuh bersama coffee shop lokal lainnya, dan menjadi bagian dari ekosistem perkopian yang sehat di Tanjungpinang.

 

“Kopi bukan hanya soal rasa. Di balik secangkirnya, ada cerita, ada interaksi, dan ada ruang untuk tumbuh bersama,” pungkas Sekhudin. (yki)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *