BeritaBerita UtamaDaerahNasional

Kuasa Hukum RS Gugat Polres Kuansing Lewat Praperadilan, Soroti Dugaan Cacat Prosedur Penyidikan

12
×

Kuasa Hukum RS Gugat Polres Kuansing Lewat Praperadilan, Soroti Dugaan Cacat Prosedur Penyidikan

Sebarkan artikel ini

Selingsing.com, Riau — Penetapan RS sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak kini digugat ke meja hijau. Kuasa hukum RS, Yayan Setiawan, secara resmi mengajukan permohonan praperadilan melawan Polres Kuantan Singingi (Kuansing) atas dugaan pelanggaran hukum formil dalam proses penyidikan.

Sidang praperadilan perdana digelar di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan, Senin (15/12/2025), dengan agenda pemeriksaan legal standing dan jawaban termohon. Namun, dalam sidang tersebut, pihak Termohon yakni Polres Kuansing tidak hadir tanpa keterangan.

Ketidakhadiran aparat penegak hukum ini menjadi sorotan tersendiri, mengingat gugatan praperadilan menyangkut keabsahan proses penyidikan hingga penetapan tersangka.

Kuasa Hukum Pemohon, Yayan Setiawan, mengungkapkan bahwa praperadilan diajukan karena penetapan tersangka terhadap kliennya dinilai tidak sesuai prosedur hukum. Salah satunya terkait penerbitan Surat Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/108/XII/RES.1.6/2025/Reskrim tertanggal 4 Desember 2025.

“Klien kami baru menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) secara resmi pada 24 Oktober 2025, sementara Surat Perintah Penyidikan telah dikeluarkan lebih dulu pada 10 Oktober 2025,” ujar Yayan.

Menurutnya, kondisi tersebut bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 yang secara tegas mewajibkan penyidik menyampaikan SPDP kepada penuntut umum, terlapor, dan pelapor paling lambat tujuh hari setelah surat perintah penyidikan diterbitkan.

“Dalam perkara ini, SPDP baru diterima klien kami setelah 14 hari. Ini jelas melampaui batas waktu yang ditentukan dan merupakan pelanggaran hukum formil,” tegas Yayan.

Ia menekankan bahwa penegakan hukum tidak hanya soal membuktikan unsur pidana secara materiil, tetapi juga harus taat pada hukum acara. Penyimpangan terhadap prosedur, lanjutnya, berimplikasi serius terhadap keabsahan seluruh proses penyidikan.

“Jika hukum formil dilanggar, maka penyidikan yang dilakukan menjadi tidak sah dan batal demi hukum. Penegakan hukum harus profesional, dan profesionalisme itu ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap aturan,” pungkasnya.

Praperadilan ini sekaligus menjadi ujian bagi aparat penegak hukum di Kuansing dalam memastikan bahwa proses penanganan perkara berjalan sesuai koridor hukum, tanpa mengabaikan hak-hak warga negara yang dijamin undang-undang.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *