Selingsing.com, Tanjungpinang – Upaya serius mendorong devisa negara dari sektor kelautan kembali digaungkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau bersama Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kedua lembaga ini menggelar rapat koordinasi di Command Center Kejati Kepri, Senggarang, Rabu (12/6/2025), guna memperkuat sinergi pengawasan dan penegakan hukum di wilayah maritim strategis tersebut.
Kehadiran langsung Dirjen PKRL KKP Ir. A. Koswara, MP, beserta jajaran disambut hangat oleh Kajati Kepri, Teguh Subroto, SH, MH. Dalam sambutannya, Teguh menegaskan pentingnya kolaborasi antarlembaga untuk menjaga kekayaan laut Kepri dari ancaman eksploitasi ilegal, perusakan lingkungan, hingga penyalahgunaan ruang laut.
“Sebagai wilayah kepulauan, Kepri menyimpan potensi besar sekaligus tantangan berat, mulai dari illegal fishing, kerusakan ekosistem pesisir, hingga konflik kepentingan antarsektor. Di sinilah Kejaksaan hadir, bukan hanya menindak pelanggaran, tapi juga mencegah, mengedukasi, dan memperkuat regulasi,” tegasnya.
Inovasi Perizinan Labuh Jangkar: Kejar Potensi Devisa yang Terbuang
Dalam forum ini, Teguh membeberkan akar persoalan utama rendahnya penerimaan negara dari sektor kemaritiman Kepri—yakni lambannya proses perizinan labuh jangkar kapal. Banyak kapal asing lebih memilih berlabuh di Singapura yang menawarkan sistem digital, cepat, terintegrasi, dan berbiaya pasti.
“Di Kepri masih manual, berbelit, tidak ada kepastian hukum dan biaya. Akibatnya kapal enggan singgah di sini, padahal ada 120.000 kapal melintas setiap tahun. Ironisnya, devisa yang kita dapat cuma 2,14 persen. Potensi devisa ini seperti bocor ke negara tetangga,” ungkap Teguh.
Sebagai solusi, Kejati Kepri menggagas pembentukan Kantor Perizinan Labuh Jangkar Kapal Terpadu lintas sektoral—satu atap, cepat, transparan, dengan Kejaksaan sebagai pengawas utama. Targetnya, minimal 20 persen kapal melintas mau berlabuh di Kepri.
“Bayangkan lonjakan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) jika sistem ini berjalan. Perlu integrasi aplikasi, peningkatan sarana pengawasan, hingga Command Center yang memantau kapal real time,” tambahnya.
Teguh juga memperkenalkan inovasi Command Center Marine milik Kejati Kepri. Meski sudah mampu melacak posisi kapal, fiturnya masih terbatas. Nantinya, sistem ini akan terkoneksi penuh dengan Vessel Traffic Service, Marine Radar, CCTV, dan data dari berbagai instansi—termasuk KSOP, Bea Cukai, Imigrasi, Karantina, hingga Pemda.
“Semua aktivitas kapal bisa termonitor visual real-time, termasuk yang gelap (AIS off), plus warning system untuk deteksi dini pelanggaran. Ini mencegah korupsi dan kebocoran penerimaan negara,” jelasnya.
Ke depan, dashboard digital ini juga jadi saluran pengaduan publik soal dugaan praktik korupsi atau penyalahgunaan area labuh jangkar. “Sistem ini skalabel, responsif, berbasis data real time. Ini bukan mimpi, sudah dalam pengembangan,” tegas Teguh.
Dirjen PKRL KKP Ir. A. Koswara, MP menyatakan dukungan penuh atas inovasi ini. Ia menyoroti pentingnya penataan pemanfaatan ruang laut, pengendalian reklamasi, serta penerapan perizinan berbasis risiko sesuai PP No. 5 dan 21 Tahun 2021.
“Dengan sinergi ini, penegakan hukum kelautan lebih efektif, sumber daya laut terlindungi, ekosistem terjaga, dan devisa negara meningkat. Semua demi keberlanjutan laut Indonesia,” ujar Koswara.
Dalam rapat ini juga disepakati pentingnya integrasi data, CCTV, AIS, serta perlunya MoU antarlembaga agar tak ada ego sektoral dalam pengawasan maritim.
Sebanyak empat area labuh jangkar strategis akan dipantau penuh: STS Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Selat Nipa, Terminal Batu Ampar dan Sekupang, serta Perairan Kabil, Selat Riau.
Rencana ini bukan sekadar wacana. Teguh menegaskan, koordinasi lintas sektor sudah dimulai sejak awal 2025. Semua pihak menyatakan dukungan, tinggal implementasi teknologi dan MoU resmi yang perlu dipercepat.
“Tujuannya jelas: Kepri bukan lagi kawasan hitam, tapi pusat maritim modern penyumbang devisa utama,” tutup Teguh.