Selingsing.com, Bintan – Maraknya peredaran minuman beralkohol (mikol) tanpa izin di Kabupaten Bintan kembali menjadi sorotan. Meski razia telah dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), berbagai pihak menilai langkah pemerintah masih sebatas “pemadam kebakaran” dan belum menyentuh akar persoalan.
Tokoh masyarakat Bintan, Andi Masdara Paranrengi, menilai penindakan yang selama ini dilakukan cenderung hanya menyasar pedagang kecil atau warung eceran. Sementara pemasok utama dan pemodal besar kerap luput dari pengawasan.
“Kalau cuma warung yang dirazia, itu jelas tidak adil. Seharusnya penertiban dilakukan dari pintu masuknya, baik pelabuhan resmi maupun tidak resmi,” tegas Andi, Selasa (23/9/2025).
Ia menambahkan, pengawasan di pintu-pintu masuk yang rawan penyelundupan harus diperketat agar tidak memberi ruang bagi cukong untuk menjalankan bisnis ilegal.
“Kalau memang serius menegakkan aturan, jangan hanya berani ke warungujarnya tapi diminta Tegaslah dari sumbernya,” ujarnya.
Nada serupa disampaikan Persatuan Pemuda Bentan (P2B), sebuah organisasi masyarakat yang aktif mengawasi penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bintan Nomor 5 Tahun 2020.
Ketua P2B, Hendra, mengungkapkan pihaknya telah melayangkan surat pengaduan resmi ke Satpol PP Bintan pada 19 September 2025, mendesak pemerintah menindak tegas pelaku usaha kafe, pub, hingga bar yang menjual mikol tanpa izin.
“Kami menolak peredaran mikol ilegal karena dampaknya bisa memicu kerusuhan bahkan kematian. Jika pengaduan kami terus diabaikan, kami siap mengambil langkah hukum, termasuk menggugat pemerintah daerah,” tegas Hendra.
Hendra juga menyebut sejumlah lokasi di Bintan Timur, Bintan Utara, hingga wilayah pesisir seperti Tambelan masih menjadi titik rawan penjualan mikol, dengan beberapa kafe yang terang-terangan melanggar aturan. P2B menilai lemahnya pengawasan aparat menjadi pemicu utama meluasnya praktik tersebut.
Ironisnya, upaya konfirmasi yang dilakukan media kepada Bupati Bintan Roby Kurniawan dan Kapolres Bintan AKBP Yunita Stevani hingga kini belum mendapat jawaban.
Bungkamnya pejabat daerah ini memunculkan pertanyaan publik mengenai komitmen pemerintah dalam menegakkan Perda dan peraturan perdagangan nasional terkait pengendalian mikol.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 serta Perda Bintan Nomor 5 Tahun 2020 sejatinya sudah memberi landasan hukum yang jelas untuk mengendalikan peredaran mikol. Namun, lemahnya eksekusi di lapangan membuat peredaran minuman beralkohol tetap marak, bahkan kian terbuka.
P2B dan tokoh masyarakat mendesak agar pemerintah bersama aparat penegak hukum tidak hanya melakukan razia di tingkat hilir, tetapi juga menutup pintu masuk peredaran mikol ilegal. “Ini pekerjaan rumah besar. Kalau aparat hanya bergerak di permukaan, masyarakat akan terus dirugikan,” pungkas Andi.
(Red)