Selingsing.com, Tanjungpinang – Koalisi Masyarakat Sipil Sektor Keamanan Kepulauan Riau (Kepri) menegaskan bahwa wacana pembentukan tim atau komisi reformasi Polri yang kembali digulirkan pemerintah pusat berisiko besar hanya menjadi simbol politik tanpa arah yang jelas. Reformasi Polri bukanlah agenda seremonial, melainkan mandat konstitusional yang menyangkut demokrasi, supremasi sipil, dan kepastian hukum.
Hingga hari ini, Polri masih menghadapi krisis legitimasi di mata masyarakat. Penyalahgunaan kewenangan, praktik kekerasan berlebihan, lemahnya mekanisme akuntabilitas, hingga keterlibatan dalam politik praktis menjadi faktor utama yang menggerus kepercayaan publik. Polri seharusnya menjadi institusi sipil yang profesional dan transparan, tetapi realitas di lapangan menunjukkan dominasi kepentingan politik dan ekonomi yang sering kali mengorbankan kepentingan rakyat.
Kondisi ini tidak hanya melemahkan kualitas demokrasi, tetapi juga menciptakan ketidakpastian hukum yang berdampak langsung pada kehidupan warga dan dunia usaha. Bagi daerah seperti Kepulauan Riau, yang mengandalkan investasi dan iklim usaha yang stabil, lemahnya kepastian hukum akibat buruknya tata kelola kepolisian menimbulkan risiko serius.
Sejak Reformasi 1998, berbagai tim khusus, tim gabungan, hingga komisi percepatan reformasi Polri dibentuk. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa hampir semua inisiatif tersebut gagal melahirkan perubahan struktural yang signifikan. Sebagian besar berhenti pada laporan, rekomendasi yang diabaikan, atau bahkan hanya dipakai untuk kepentingan pencitraan politik.
Fakta ini menjadi alarm bahwa pembentukan komisi reformasi tanpa mandat hukum yang jelas dan kewenangan substantif hanya akan mengulang kegagalan serupa. Gimmick reformasi yang bersifat permukaan semata tidak akan mampu membongkar akar persoalan mendasar dalam tubuh Polri.
Legislasi sebagai Jalan Utama
Koalisi menegaskan bahwa satu-satunya jalan reformasi yang memiliki legitimasi dan daya ikat kuat adalah melalui revisi Undang-Undang Kepolisian dalam program legislasi DPR. Tanpa revisi UU, reformasi akan rapuh, mudah dibatalkan oleh kepentingan jangka pendek, dan tidak mampu menjamin keberlanjutan.
Revisi UU harus menyentuh hal-hal mendasar:
* Penguatan mekanisme pengawasan eksternal yang independen
* Pemisahan tegas Polri dari politik praktis
* Transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran
* Perlindungan hak asasi manusia dalam setiap tindakan kepolisian.
Reformasi sebagai Indikator Demokrasi dan Supremasi Sipil
Reformasi Polri adalah indikator sejati kualitas demokrasi Indonesia. Tanpa Polri yang profesional dan akuntabel, supremasi sipil akan terus melemah, sementara praktik otoritarianisme dan militerisme akan semakin menguat.
Selain itu, reformasi Polri juga memiliki dimensi ekonomi. Kepastian hukum dan keamanan adalah fondasi utama bagi iklim usaha dan investasi. Bagi Kepri yang menjadi salah satu kawasan strategis ekonomi nasional, keberadaan Polri yang akuntabel dan bebas intervensi politik merupakan syarat mutlak untuk menjamin stabilitas usaha dan perlindungan warga.
Agenda reformasi Polri tidak boleh bersifat elitis dan tertutup. Keterlibatan masyarakat sipil, akademisi, komunitas lokal, dan organisasi korban harus menjadi bagian dari proses reformasi. Tanpa partisipasi publik, reformasi akan kembali menjadi jargon hampa yang sulit dipertanggungjawabkan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Kepri menyerukan agar pemerintah pusat berhenti mengulang praktik gimmick politik dengan membentuk komisi ad hoc tanpa kewenangan. Reformasi Polri harus dijalankan melalui jalur konstitusional, dengan keberanian politik untuk membongkar akar persoalan, memperkuat regulasi, dan menjamin keterlibatan publik.
Reformasi Polri sejati adalah prasyarat bagi demokrasi yang sehat, supremasi sipil yang kokoh, serta jaminan kepastian hukum dan investasi. Tanpa itu, kepercayaan publik akan semakin terkikis dan masa depan demokrasi Indonesia kian terancam.
Hormat kami:
1. Jamaludin Harun – Ketua Koalisi Pemuda Peduli Kepri
2. Rezky – Ketua Forum Aktivis
3. Fernando – Ketua Mahasiswa Revolusioner
4. Bintang – Ketua Serikat Mahasiswa Aktivis Kepri
(Budi)