Selingsing.com, Tanjungpinang – Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Provinsi Kepulauan Riau menyampaikan kritik tajam terhadap kinerja Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura.
Dalam pernyataannya, JPKP menilai Nyanyang hanya menjadi simbol kosong di tengah krisis kepemimpinan di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepri.
“Wakil Gubernur saat ini ibarat lembu cocok hidung yang hanya hadir membuka acara seremonial tanpa peran strategis,” tegas Ketua JPKP Kepri, Adiya Prama Rivaldi.
Adiya menilai Nyanyang tidak menunjukkan kapasitas sebagai pemimpin yang mampu menyeimbangkan kekuasaan eksekutif. Ia menyebut kondisi birokrasi Kepri kian memprihatinkan di bawah kepemimpinan Gubernur Ansar Ahmad.
“Ironis, sebagai kader partai besar seperti Gerindra, Nyanyang justru bungkam saat ketimpangan terus terjadi. Jika begini terus, lebih baik Kepri tanpa wakil gubernur sama sekali,” ujar Adiya.
Baca juga: Seniman Karimun Angkat Bicara
Puncak kegelisahan JPKP muncul usai pelantikan besar-besaran pejabat eselon 2, 3, dan 4 yang diduga sarat kepentingan politik dan balas budi. Adiya menilai pelantikan itu tidak mengacu pada sistem meritokrasi.
“Kepala Biro Umum malah dipindah jadi Kepala Bapenda, padahal pekerjaan lamanya belum beres. Posisi Biro Umum dan Biro Pemerintahan dibiarkan kosong. Sementara pejabat berkinerja baik seperti mantan Pj. Wali Kota Tanjungpinang malah dicopot. Ini mencederai akal sehat publik,” ungkapnya.
Lebih jauh, Adiya mengungkapkan adanya perbedaan data pelantikan antara yang disampaikan Wakil Gubernur dengan realitas di lapangan.
“Nyanyang bilang hanya ada 18 pejabat eselon 2 yang dilantik. Tapi faktanya, ratusan ASN di eselon 3 dan 4 ikut dilantik. Ini menunjukkan ada ketidakterbukaan informasi kepada publik,” tegasnya.
JPKP juga menyoroti pengangkatan Hasan sebagai Kepala Dinas Pariwisata, meski berstatus tersangka kasus pemalsuan dokumen tanah.
“Mau dibawa ke mana Kepri ini? Pejabat bermasalah justru diberi jabatan strategis. Ini mengkhianati prinsip integritas. Wakil Gubernur seharusnya mengoreksi, bukan diam,” kata Adiya.
Adiya mendesak Wakil Gubernur untuk bersikap terbuka dan tidak bersembunyi dari tanggung jawab konstitusional.
“Jika Nyanyang tahu dan diam, berarti dia bagian dari masalah. Jika tidak tahu, maka dia gagal menjalankan tugas. Wakil Gubernur bukan pajangan politik,” katanya.
Menurut JPKP, publik berhak tahu apakah pelantikan ini dilandasi janji politik atau kepentingan menjelang tahun politik.
JPKP menyatakan Wakil Gubernur berada di titik kritis: menjadi penyeimbang kekuasaan atau pelengkap penderitaan rakyat.
“Jika tak berpihak pada keadilan dan profesionalisme ASN, sebaiknya Nyanyang mengevaluasi diri atau mundur. Diam atas ketidakadilan adalah bentuk pengkhianatan,” ujar Adiya.
JPKP juga meminta DPRD Kepri untuk segera turun tangan mengevaluasi peran Wakil Gubernur dan kinerja eksekutif secara menyeluruh.
Menurut Adiya, Kepulauan Riau kini berada di persimpangan antara membangun sistem pemerintahan yang adil atau terjebak dalam politik transaksional.
“Jika pelantikan adalah hasil politik balas budi, maka jabatan hanya jadi komoditas dan rakyat sekadar objek pencitraan. Kepri bukan panggung drama politik. Ini tanah rakyat, bukan milik segelintir elite,” tutupnya.