BeritaBerita UtamaKepulauan RiauLinggaNasional

Ironi di Negeri Bunda Tanah Melayu: Tunjangan Dewan di Atas Garis Kemiskinan

454
×

Ironi di Negeri Bunda Tanah Melayu: Tunjangan Dewan di Atas Garis Kemiskinan

Sebarkan artikel ini
Kantor DPRD Kabupaten Lingga
Ket Foto: Kantor DPRD Kabupaten Lingga

Selingsing.com, Lingga – Kebijakan penetapan hak keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lingga untuk Tahun Anggaran 2025 menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Keputusan yang diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 4 dan 6 Tahun 2025 ini dianggap mencederai rasa keadilan publik, terutama mengingat tingginya angka kemiskinan di daerah tersebut.

Besaran tunjangan yang diterima para wakil rakyat ini menjadi sorotan utama. Ketua DPRD Kabupaten Lingga menerima tunjangan hingga ± Rp50.025.000 per bulan. Sementara itu, wakil ketua memperoleh rata-rata ± Rp41.825.000 per bulan, dan setiap anggota mendapatkan rata-rata ± Rp33.375.000 per bulan. Jumlah-jumlah fantastis ini dianggap tidak sejalan dengan kondisi riil masyarakat Lingga.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024 menunjukkan, tingkat kemiskinan di Kabupaten Lingga mencapai 9,99%. Angka ini merupakan yang tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), jauh di atas rata-rata provinsi yang hanya berkisar 5,37%.

Di tengah kondisi ini, Perbup justru menetapkan komponen tunjangan yang berpotensi signifikan, termasuk Tunjangan Perumahan dan Tunjangan Transportasi, yang besarannya ditentukan berdasarkan harga sewa dan biaya transportasi termahal. Selain itu, ada juga Tunjangan Komunikasi Insentif (TKI) yang diatur sebagai kelipatan Uang Representasi, dan seringkali mencapai puluhan juta rupiah per bulan.

Ket Foto: Aktivis Mahasiswa Asal Kabupaten Lingga, Dok (Ist)

Kritik keras datang dari kalangan mahasiswa, salah satunya Muhammad Fatur, seorang mahasiswa aktivis asal Lingga. Ia menyoroti bahwa masalah ini bukan hanya sekadar kepatuhan pada aturan anggaran.

“Kepatutan bukan hanya soal angka dalam APBD, tapi soal pantas atau tidak di mata rakyat yang mereka wakili,” tegas Fatur.

Fatur menambahkan, penetapan tunjangan yang setara dengan biaya hidup puluhan keluarga miskin ini menunjukkan kegagalan dalam “Kemampuan Moral dewan untuk menahan diri”. Ia mendesak agar DPRD dan Pemkab Lingga segera merevisi kebijakan tersebut dan mengalihkan dana yang tidak esensial dari pos tunjangan mewah untuk program-program yang lebih pro-rakyat.

Mahasiswa serta publik mendesak DPRD Lingga harus merevisi terkait intensif tunjangan yang begitu besar, sebagaimana yang telah dilakukan oleh DPR RI ataupun DPRD kabupaten di berbagai daerah. Mereka juga meminta Bupati Lingga untuk turut merespon aspirasi publik ini

Penulis: Merry Dwi Afrillina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *