Selingsing.com, Lingga – Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Lingga tengah menjadi sorotan tajam setelah diduga melanggar Peraturan Bupati (Perbup) mengenai tarif kerja sama iklan dengan media. Dugaan pelanggaran ini mencuat lantaran Dishub Lingga disebut mematok tarif iklan sebesar Rp 500 ribu—jauh di atas ketentuan resmi yang diatur dalam Perbup.
Dalam aturan tersebut, media yang belum terverifikasi hanya diperbolehkan menerima Rp 75 ribu per hari, media terverifikasi administrasi Rp 100 ribu, dan media terverifikasi faktual maksimal Rp 125 ribu per hari. Namun kenyataannya, Dishub Lingga menetapkan satu harga untuk semua: Rp 500 ribu.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Lingga, Hendry Efrizal, tidak membantah hal tersebut saat dikonfirmasi. Ia berdalih keterbatasan anggaran menjadi alasan utama dipilihnya skema tarif tunggal tersebut.
“Ada, cuma sudah diplot kemarin untuk beberapa media. Karena tak banyak, hanya Rp 500 ribu per iklan. Hal ini disebabkan pagunya tak banyak akibat dipangkas kemarin. Tak bisa mengakomodir semua media,” ujarnya pada Jumat (11/4).
Namun kebijakan ini dinilai menabrak aturan oleh sejumlah pihak. Salah satu Kepala Biro dari perusahaan media yang bertugas di Lingga menegaskan bahwa tarif tersebut jelas melanggar Perbup yang berlaku.
“Dishub Lingga sangat berani mematok Rp 500 ribu untuk kerjasama iklan. Ini jelas-jelas bertentangan dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Tak hanya soal tarif, Dishub Lingga juga dituding tidak transparan dalam pengelolaan anggaran dana publikasi. Beberapa media mengaku tidak pernah menerima informasi atau akses terhadap dana tersebut, sementara sebagian media lain sudah dipilih secara sepihak untuk menjalin kerja sama.
“Informasi anggaran publikasi tak pernah sampai ke semua media. Tahu-tahu sudah ada media yang diplot. Ini mencederai asas keterbukaan informasi publik,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, sejumlah pihak mengaku akan melaporkan dugaan pelanggaran tersebut ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Riau.
Jika benar terbukti, tindakan ini bisa menjadi preseden buruk bagi integritas pengelolaan dana publikasi dan mencoreng citra pemerintah daerah yang seharusnya menjunjung tinggi transparansi dan aturan hukum. (Budi)