Selingsing.com, Tanjungpinang – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tanjungpinang-Bintan mengecam maraknya praktik jual beli pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas yang kini ramai diperjualbelikan di pasar properti internasional.
Pulau-pulau kecil di wilayah strategis itu banyak dipasarkan sebagai “private island” dengan dalih investasi eco-tourism.
Kepala Bidang PTKP HMI Tanjungpinang-Bintan, Yuki Vegoeista, menegaskan bahwa praktik tersebut membahayakan kedaulatan bangsa.
“Ini bukan hanya soal tanah. Ini soal kedaulatan. Kita kehilangan akses, identitas, dan masa depan ketika pulau-pulau kita diperjualbelikan seenaknya,” tegas Yuki, Selasa (17/6/2025).
Ia menilai, meskipun peraturan hukum di Indonesia melarang warga negara asing (WNA) membeli pulau, banyak investor asing tetap menguasai wilayah tersebut dengan memanfaatkan celah hukum.
“Mereka menggunakan skema penyewaan jangka panjang, mendirikan badan hukum lokal, hingga mengurus Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL),” jelasnya.
Baca juga: Bupati Lingga Apresiasi Penandatanganan Akta Koperasi Merah Putih
Yuki mengungkapkan bahwa kondisi ini telah mengakibatkan masyarakat pesisir kehilangan ruang hidup dan warisan budaya mereka.
“Bagi masyarakat pesisir, laut dan pulau bukan sekadar tempat tinggal, melainkan bagian dari identitas dan warisan budaya. Kini, beberapa wilayah adat bahkan sudah dikuasai secara eksklusif oleh investor asing,” ujar Yuki.
Lebih lanjut, HMI juga menyoroti potensi ancaman geopolitik dari praktik ini, mengingat letak Anambas yang berada di kawasan Laut Cina Selatan.
“Sejarah telah menunjukkan bahwa kolonialisme dimulai dari penguasaan lahan. Jangan ulangi kesalahan yang sama,” tegasnya.
HMI mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengambil tindakan konkret.
“Pemerintah harus memperkuat regulasi, menutup semua celah hukum, dan mengawasi secara ketat praktik jual beli pulau yang terselubung,” serunya.
“Anambas adalah beranda Indonesia. Jika kita tak menjaga dengan sungguh-sungguh, maka bukan hanya pulau yang hilang, tapi juga harga diri sebagai bangsa,” pungkas Yuki. (*)