Selingsing.com, Lingga – Aroma pengkhianatan mencuat dari kasus lama yang kembali menyeruak ke permukaan. Yusri dan Amirudin, dua warga Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, kini berada di ujung tanduk setelah dituding mengingkari perjanjian tertulis yang disepakati bersama Rizal (eks terpidana kasus penimbunan BBM bersubsidi jenis solar yang terjadi di Desa Rejai, Kecamatan Bakung Serumpun, pada tahun 2023 lalu).
Rizal, pihak ketiga sekaligus korban dalam perjanjian tersebut, menyatakan siap membawa kasus ini ke ranah hukum.
Kepada media ini pada Minggu, 27 Juli 2025, ia mengungkap bahwa dirinya telah “memasang badan” untuk melindungi Yusri dan Amirudin dari jeratan hukum, dengan satu syarat, komitmen tertulis untuk memberikan bantuan biaya hidup selama ia mendekam di penjara.
“Saya dipenjara 2,5 tahun, mereka berjanji di atas materai akan bantu istri dan anak saya Rp3 juta per bulan. Tapi nyatanya, cuma dikirim beberapa kali dan tak sampai Rp10 juta. Padahal hitungannya lebih dari Rp57 juta,” ungkap Rizal dengan nada kecewa dan tegas.
Berdasarkan salinan surat perjanjian yang ditunjukkan Rizal, perjanjian tersebut memuat pernyataan eksplisit dari Yusri dan Amirudin yang mengakui keterlibatan mereka dalam distribusi solar bersubsidi yang ditimbun Rizal.
Perjanjian itu menyebutkan bahwa Rizal diminta tidak melibatkan mereka dalam proses hukum, dengan kompensasi berupa bantuan moril dan materil hingga biaya hidup untuk keluarganya selama menjalani hukuman.
Namun janji tinggal janji. Selama menjalani masa tahanan di Lapas Kelas III Dabo Singkep selama 1 tahun 7 bulan, bantuan tersebut hanya datang beberapa kali. Total yang diterima istri Rizal, menurutnya, hanya Rp9.280.000, jauh dari nilai yang disepakati.
“Setelah bebas, saya datangi mereka. Tapi bukannya minta maaf atau membayar, malah bersikap seolah tidak ada yang salah. Saya masih berharap mereka ada itikad baik. Tapi kalau tidak, saya akan bawa ke Polres Lingga dan Kejari,” tegas Rizal.
Dalam surat perjanjian tersebut, bahkan disebutkan secara gamblang bahwa jika Yusri dan Amirudin melanggar, maka Rizal berhak melaporkan dan mempublikasikan perjanjian tersebut ke publik dan media massa.
“Janji adalah utang. Apalagi di atas materai. Bila tak ditepati, konsekuensinya pidana,” ujar Rizal menutup wawancara dengan nada tajam.
Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh media ini kepada Yusri dan Amirudin melalui pesan WhatsApp tidak mendapat respons. Keduanya memilih bungkam, tanpa klarifikasi maupun bantahan.
Kini, publik menanti, apakah Yusri dan Amirudin akan memilih menyelesaikan kewajiban mereka secara damai, atau membiarkan kasus ini bergulir ke jalur hukum, membuka kembali bab kelam yang selama ini tersimpan rapat oleh perjanjian yang mereka sendiri tandatangani.
(Budi)