Opini

Menjaga Objektivitas: Soeryo Respationo Serukan Transparansi Lembaga Survei Dalam Penilaian Citra Penegak Hukum

19
×

Menjaga Objektivitas: Soeryo Respationo Serukan Transparansi Lembaga Survei Dalam Penilaian Citra Penegak Hukum

Sebarkan artikel ini

Oleh: Prof. Dr. H.M. Soerya Respationo, S.H., M.H., M.M.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Batam

Selingsing.com, Opini – Hasil survei terbaru Litbang Kompas yang mencatat peningkatan citra baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 60,9 persen pada September 2024 menjadi 72,6 persen di Januari 2025 merupakan sebuah capaian yang patut diapresiasi. Namun, sebagai akademisi dan praktisi hukum, saya, Prof. Dr. H.M. Soerya Respationo, S.H., M.H., M.M., Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Batam, ingin menggarisbawahi perlunya masyarakat memahami lebih mendalam konteks, metodologi, dan parameter yang digunakan dalam survei ini. Pemahaman yang objektif dan komprehensif sangat penting agar data survei tidak hanya menjadi sekadar angka, tetapi juga menjadi refleksi atas kinerja penegakan hukum secara menyeluruh.

Lebih lanjut, dalam diskursus mengenai citra lembaga penegak hukum, penting untuk tidak hanya berfokus pada peningkatan persepsi terhadap satu institusi, melainkan juga melihat kontribusi kolektif dari semua pihak yang terlibat, termasuk kejaksaan. Kejaksaan telah menunjukkan konsistensinya dalam mengungkap kasus-kasus besar, memulihkan aset negara, dan menjadi pelopor dalam penerapan keadilan restoratif.

Dalam konteks ini, transparansi lembaga survei menjadi kunci untuk memberikan
informasi yang kredibel dan edukatif, sekaligus menjaga kesatuan antarlembaga
penegak hukum agar tetap harmonis dan sinergis dalam menjalankan tugas
konstitusionalnya.

Kejaksaan Tetap Konsisten dalam Penegakan Hukum dan Pemulihan Aset Negara
Dalam perspektif penegakan hukum, kejaksaan sebagai institusi penegak hukum
telah menunjukkan kinerja yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Keberhasilan
kejaksaan dalam mengungkap kasus-kasus besar, seperti korupsi tata niaga timah
periode 2015–2022 yang melibatkan lima korporasi, merupakan bukti nyata dari dedikasi mereka. Kasus ini saja berhasil menyelamatkan keuangan negara hingga triliunan rupiah.

Selain itu, kejaksaan terus fokus pada pemulihan aset dan pengembalian kerugian
negara, aspek penting yang kadang tidak terlalu menjadi sorotan dalam survei persepsi publik.

Berikut beberapa besar yang ditangani oleh Kejaksaan Agung dalam beberapa
tahun terakhir yang menunjukkan Kinerja Signifikan dalam penegakan hukum dan
pemulihan kerugian negara:

1. Kasus Korupsi Jiwasraya

Kasus ini melibatkan dugaan pengelolaan dana investasi yang tidak wajar di PT
Asuransi Jiwasraya, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp16,8 triliun. Praktik
manipulasi laporan keuangan dilakukan bertahun-tahun untuk menunjukkan laba palsu.Kejaksaan menetapkan 13 tersangka, termasuk direktur perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana investasi. Aset para pelaku, berupa properti,
kendaraan mewah, dan uang tunai, disita untuk menutupi kerugian negara.

2. Kasus Korupsi Asabri

Serupa dengan Jiwasraya, korupsi di PT Asabri terjadi dalam pengelolaan dana investasi yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun. Kejaksaan menetapkan beberapa tersangka, termasuk petinggi perusahaan dan mitra bisnis. Barang bukti berupa tanah, bangunan, saham, dan kendaraan mewah disita untuk mengembalikan kerugian negara.

3. Kasus BTS 4G
Korupsi terjadi dalam pengadaan BTS 4G yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, dengan kerugian negara mencapai Rp8 triliun. Dari investigasi mendalam yang dilakukan oleh kejaksaan, beberapa pejabat kementerian dan
pihak swasta ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian dilakukan penelusuran aliran
dana dan penyitaan aset koruptor untuk pemulihan kerugian negara, sebagai upaya
untuk penyelematan keuangan Negara.

4. Kasus Korupsi Minyak Goreng
Kasus ini melibatkan pelanggaran dalam distribusi minyak goreng yang menyebabkan kelangkaan dan melonjaknya harga. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1,2 triliun. Kejaksaan menangkap beberapa pejabat dan pengusaha yang terlibat. Aset pelaku disita, termasuk dokumen dan uang tunai, untuk mengembalikan kerugian negara.

5. Korupsi Tata Niaga Timah di PT Timah Tbk
Kerugian negara mencapai Rp271 triliun akibat praktik ilegal dalam tata niaga timah selama beberapa tahun. Kejaksaan menetapkan lima tersangka, termasuk pejabat tinggi. Penelusuran aset di dalam dan luar negeri untuk memulihkan kerugian negara.

Setiap kasus ini menunjukkan peran strategis Kejaksaan dalam menegakkan hukum dan memulihkan keuangan negara. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa kejaksaan tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pada pemulihan aset yang hilang.

Kejaksaan sebagai Pelopor Penerapan Keadilan Restoratif Tidak hanya itu, kejaksaan juga telah menjadi pelopor dalam penerapan konsep keadilan restoratif atau restorative justice. Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk memberikan petunjuk teknis dalam penanganan perkara pidana, termasuk mendorong penyelesaian perkara dengan keadilan restoratif.

Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif memberikan dasar operasional bagi jaksa untuk menghentikan penuntutan kasus tertentu dengan mempertimbangkan kepentingan korban, pelaku, dan masyarakat.

Konsep restoratif justice diterapkan dalam kasus-kasus tertentu yang memenuhi
syarat, seperti perkara ringan, tidak berulang, dan tidak menimbulkan dampak luas. Sebagai contoh dalam beberapa kasus, petani miskin yang mencuri hasil kebun untuk kebutuhan keluarga diberikan solusi mediasi antara pelaku dan korban.

Pelaku diwajibkan mengganti kerugian, dan kasus dihentikan demi tercapainya perdamaian.Contoh lain penerapan konsep restorative justice yaitu pada kasus tindak pidana ringan oleh Anak. Anak yang terlibat tindak pidana ringan, seperti perkelahian atau pencurian kecil, diarahkan untuk mediasi dengan korban dan diberi pembinaan tanpa
harus masuk penjara.

Pendekatan ini mengurangi beban lembaga pemasyarakatan dalam mengurangi overkapasitas, memulihkan hubungan sosial, dan sekaligus memberikan rasa keadilan yang lebih humanis bagi masyarakat. Langkah ini selaras dengan teori hukum progresif yang bertujuan menciptakan sistem peradilan yang lebih inklusif dan berorientasi pada solusi.

Prof. Satjipto Rahardjo, tokoh hukum progresif di Indonesia, mendasari pendekatan hukum pada prinsip:

1) Hukum untuk Manusia, Bukan Sebaliknya
Hukum tidak boleh menjadi alat yang kaku, tetapi harus melayani keadilan yang
hidup dalam masyarakat. Dalam konteks ini, restoratif justice dianggap lebih
humanis dibanding pendekatan hukum retributif.

2) Pentingnya Kearifan Lokal Dalam masyarakat Indonesia yang kaya dengan tradisi musyawarah dan gotongroyong, pendekatan restoratif justice dianggap lebih relevan karena mengedepankan penyelesaian konflik melalui dialog dan kesepakatan bersama, Menurut Satjipto Rahardjo, keadilan bukan hanya soal kepatuhan terhadap norma hukum tertulis, tetapi juga keadilan substantif yang dirasakan masyarakat. Dengan demikian, penerapan restoratif justice dalam berbagai konteks mampu mencerminkan keadilan yang hidup (living law) di tengah masyarakat.

Penerapan konsep restoratif justice oleh kejaksaan tidak hanya memiliki dasar
hukum yang kuat, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai keadilan substantif yang diajarkan
oleh Satjipto Rahardjo.

Pendekatan ini memberikan ruang bagi penyelesaian konflik secara damai, memulihkan hubungan sosial, dan memberikan solusi yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia, tanpa mengurangi efektivitas penegakan hukum.
Langkah ini harus terus dikembangkan dan didukung oleh semua pihak untuk
membangun sistem hukum yang lebih inklusif dan berorientasi pada keadilan sosial.

Kejaksaan memang layak diapresiasi atas dedikasinya, baik dalam menangani
perkara korupsi berskala besar maupun dalam upaya mewujudkan sistem peradilan yang berkeadilan. Oleh karena itu, dibandingkan hanya mengukur persepsi publik secara subjektif, diperlukan data yang lebih transparan, termasuk metodologi survei, agar masyarakat dapat menilai secara lebih obyektif.

Pentingnya Transparansi Lembaga Survei:

1) Kredibilitas Metodologi dan Parameter Penilaian Transparansi dalam metodologi dan parameter penilaian adalah inti dari
kredibilitas lembaga survei. Kajian dalam research ethics menekankan pentingnya
keterbukaan untuk memastikan hasil survei dapat diverifikasi dan dipahami oleh
masyarakat luas. Misalnya, jika parameter penilaian mencakup efektivitas penanganan
kasus atau tingkat kepuasan masyarakat, maka metode pengumpulan data, seperti
wawancara atau kuesioner, harus dijelaskan secara rinci. Transparansi ini penting agar
masyarakat memahami bahwa hasil survei mencerminkan fakta, bukan persepsi yang
dimanipulasi.

2) Menumbuhkan Kesadaran Publik Berbasis Ilmu Lembaga survei memiliki tanggung jawab moral untuk meningkatkan literasi
hukum di masyarakat melalui penyajian data yang jujur dan edukatif. Berdasarkan teori
komunikasi publik, transparansi informasi memungkinkan masyarakat untuk memahami proses kerja lembaga penegak hukum dengan lebih baik, sehingga meningkatkan kepercayaan dan partisipasi mereka. Dengan menyajikan metode dan hasil secara terbuka, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi, tetapi juga pengetahuan yang mendorong pengawasan berbasis fakta terhadap lembaga penegak hukum.

3) Mencegah Manipulasi Persepsi Publik
Dalam perspektif critical discourse analysis, survei yang tidak transparan berisiko
menciptakan manipulasi persepsi publik melalui framing yang bias. Hal ini dapat
menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tertentu.
Sebaliknya, transparansi dalam survei akan memberikan kontrol yang lebih besar kepada
masyarakat untuk memahami konteks dan validitas hasil yang disampaikan. Akibatnya,
survei akan menjadi alat pengukur yang efektif untuk memperbaiki kinerja lembaga
penegak hukum, bukan sekadar menciptakan narasi sensasional.

Menjaga Kesatuan Lembaga Penegak Hukum
Saya juga mengingatkan bahwa penting bagi lembaga survei untuk tidak memperuncing perbandingan yang berpotensi memecah belah antara KPK dan kejaksaan. Kedua institusi ini memiliki peran strategis dalam penegakan hukum dan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *